Rabu, 20 Januari 2010

Gas-Gas Berbahaya

Gas-Gas Berbahaya

cnp_gas_bomb_01.jpg
Saat ini kita sebagai umat manusia dipusingkan dengan berbagai isu yang menyangkut tentang pemanasan global. Pemanasan global merupakan meningkatnya suhu rata – rata permukaan bumi dari tahun ke tahun yang disebabkan peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Pemanasan global akan diikuti dengan perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Akhir – akhir ini, hal seperti ini sudah sering terjadi di Indonesia dimana terjadi banjir dan longsor pada musim hujan dan terjadi kekeringan pada musim kemaruau. Selain itu, waktu pergantian musim di Indonesia juga sudah mulai bergeser.
Pemanasan global terjadi akibat dari tindakan manusia yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil, pertanian, peternakan, dan pemanfaatan hutan yang berlebihan dan tidak memperhatikan keseimbangan alam. Penggunaan bahan bakar fosil, kegiatan-kegiatan pertanian dan peternakan, dan perambahan hutan secara langsung akan menghasilkan gas buangan yang menjadi penyebab meningkatnya suhu permuakaan bumi. Gas buangan tersebut antara lain adalah karbindioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF6). Gas rumah kaca yang memberikan sumbangan terbanyak adalah CO2, CH4, dan N2O. Sedangkan HFC, PFC, dan SF6, hanya memberikan sumbangan kurang dari 1%.
Gas – gas rumah kaca ini banyak dihasilkan oleh negara – negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, dan Jepang. Hal ini disebabkan gas rumah kaca banyak dihasilkan dari sektor energi, industri, dan tranportasi yang merupakan sektor andalan di negara – negara maju. Total gas rumah kaca yang dihasilkan oleh Amerika Serikat lebih besar dua kali lipat dibandingkan total emisi gas rumah kaca China, dan emisi total gas rumah kaca dari negara berkembang besar sperti Korea, Meksiko, Afrika Selatan, Brazil, Indonesia, dan Argentina tidak lebih besar daripada Amerika Serikat. Indonesia menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar ke-3 setelah Amerika Serikat dan China karena di Indonesia banyak terjadi pembakaran hutan (khususnya kawasan gambut) yang terjadi hampir setiap tahun. Selain itu, Indonesia juga dituduh menghasilkan gas metan yang sangat besar karena menerapkan pertanian tanah sawah. Padahal, gas metan pada tanah sawah hanya terbentuk jika dilakukan pengolahan – pengolahan tertentu.
Sejak munculnya kepedulian masyarakat dunia mengenai pamanasan global, diadakan berbagai perjanjian yang bertujuan untuk mengurangi kandungan gas rumah kaca di atmosfer mulai dari Kerangka Konfensi untuk Perubahan Iklim (Framework Confention on Climate Change) di Rio de Janeiro, Protokol Kyoto, sampai yang terakhir adalah diadakannya Bali Action Plan pada Desember 2007 di Bali. Kerangka Konfensi untuk Perubahan Iklim ini hanya mengikat negara – negara inustri secara moral untuk menstabilkan emisi CO2-nya. Namun, hanya sedikit dari negara industri ini yang dapat memenuhi target penurunan emisinya. Karena hal itu, maka dibuat suatu komitmen yang mengikat secara hukum dan memperkuatnya dalam sebuah protokol, yaitu Protokol Kyoto yang mengharuskan negara – negara industri untuk menurunkan emisinya secara kolektif sebesar 5,2% dari tingkat emisi tahun 1990.
Sedangkan berdasarkan Bali Action Plan, keputusannya secara garis besar hanya berisi mengenai kebijakan yang harus dibuat oleh negara – negara yang mendukung pengurangan emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan di negara –negara berkembang serta penyaluran dana bagi transfer teknologi yang lebih ramah lingkungan. Rencana kerja inilah yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya yang nampak sudah semakin nyata ialah pelaksanaan pengurangan emisi dari deforestasi serta kerusakan hutan yang umum disebut program REDD.
Intinya, penggunaan energi fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca harus diganti dengan penggunaan bahan bakar dan energi ramah lingkungan. Selain itu, pemanasan global ini bukan hanya masalah satu negara saja, namun merupakan permasalahan seluruh negara di dunia. Untuk itu, kita semua sebagai umat manusia yang peduli terhadap lingkungan dan generasi yang akan datang seharusnya dapat mengampanyekan dan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca seperti mengurangi penggunaan energi fosil, mengurangi pemakaian listrik, menggunakan bahan-bahan daur ulang, tidak membuang sampah sembarangan , dan masih banyak hal-hal kecil yang dapat dilakukan mulai dari diri kita sendiri.

sumber:http://images.google.co.id/ 

Tidak ada komentar: