Rabu, 20 Januari 2010

minyak mentah

Harga Minyak Mentah mendekati US$100 per barrel, apa efeknya bagi Indonesia?

Dengan harga Minyak mentah di pasaran dunia sudah makin mendekati $100 per barrel, lalu apakah Indonesia, negara yang masih tergabung dalam kelompok negara pengekspor minyak ikut menimati kenaikan harga minyak tersebut?
kilang-minyak.jpg
Kalau memang ikut menikmati, kira-kira uang nya kemana ya? Atau kalau memang nggak menikmati, terus siapa dong yang menikmati?
Atau lebih tepatnya lagi: apakah pengaruhnya kenaikan harga minyak mentah dunia terhadap kocek pemerintah Indonesia? Dan, sebenarnya, kemana distribusi minyak mintah yang kita produksi dari bumi pertiwi ini?
Menurut Lemigas, dari data tahun 2005, produksi minyak mentah Indonesia adalah 1,113,400 barrel per hari.
Dari data tersebut, seperti yang kita sudah duga, Caltex Pacific Indonesia, yang saat ini sudah berganti nama menjadi PT. Chevron Pacific Indonesia, menghasilkan minyak mentah tersbesar, yaitu 476 ribu barrel per hari.
Baru kemudian disusul oleh Pertamina (135 ribu), Conocophilips (71), CNOOC (64), Total Indonesie (60), medco EP (55), Petrochina (52), Unocal (35), Vico (24) dan BP (19 ribu) barrel per hari.
Dari total 1,113,400 barrel tersebut, tentunya setelah dipotong untuk biaya cost recovery, maka jatahanya KPS (Kontraktor Production Sharing) adalah 504,900 barrel, atau kurang lebih 45.35%.
Sedangkan bagian pemerintah (termasuk produksi Pertamina) adalah 608,500 barrel, atau sekitar 54.65%.
Nah, dari jumlah tersebut, kita bisa tahu akan dikemanakan minyak mentah tersebut.
Sebagaimana layaknya perusahaan yang pasti nyari untung, hampir seluruh hasil jatah KPS dijual atau di ekspor, yaitu sebanyak 402,100 barrel.
Sementara itu, yang 102,800 ribu barrel dikategorikan sebagai pertukaran atau pembelian oleh pemerintah yang kemudian akan diteruskan ke kilang pengolahan.
Sementara itu, bagian atau jatahnya Pemerintah RI, yaitu 608,500 barrel tadi, kan tidak bisa semuanya dijual ke luar negeri dalam rangka meraup dollar.
Soalnya, pemerintah kan mesti menyediakan Bahan Bakar bagi warganya, yang harga jualnya tentu saja tidak bisa disamakan dengan harga jual ekspor.
Tapi, Pemerintah nggak mau nggak menikmati untung begitu saja, tapi ikut juga menjual sedikit ke luar negeri, yaitu dalam bentuk pertukaran sebanyak 29,900 barrel. Sebanyak 35,100 barrel di ekspor ke luar negeri. Tapi, ada juga jalur penjualan ke luar negeri melalui BP Migas sebanyak 34,100 barrel. Kalau yang ini saya kurang tahu kenapa BP Migas ikutan jual minyak.
Dari data yang ada, bahwa jumlah konsumsi Bahan Bakar Minyak dalam negeri Indonesia tahun 2004 adalah 1,182,900 barrel perhari.
Padahal, minyak mentah yang kita punya dan siap dikirim ke Kilang Pengolahan hanyalah: 608,500 -29,900 – 35,100 – 34,1000 = 509,400 barrel. Masih ditambah memang dengan exchange dengan KPS sebesar 102,800 barrel untuk melengkapi jumlahnya sebesar 612,200 barrel.
Masih kurang 383,500 barrels. Dicari dimana?
Sebanyak 248,800 barrels diimpor dari Saudi Aramco, Petronas PPT, dan Petral. Sedangkan dari Spot tender didapat 119,900 barrels. Dengan demikian kita sudah dapat 368,700 barrels.
Sisanya, sebesar 14,800 barrels diimport dalam bentuk HOMC atau High Octane Mogas (Motor Gasoline) Component.
Jadilah total yang sudah bisa dikirim ke Kilang Pengolahan adalah 612,200 + 248,800 + 119,900 + 14,800 = 995,700 barrels.
Dari jumlah 995,700 barrels yang dikirim ke Kilang Mingka Pengolahan kita, menghasilkan:
1. LPG : 30,200
2. Premium: 194,200
3. Minyak Tanah: 164,700
4. Solar: 266,800
5. Diesel: 17,800
6. Minyak Bakar: 89,000
Sehingga total yang dihasilkan adalah: 732,500 barrel, diluar LPG.
Sedangkan kebutuhan BBM kita per harinya adalah 1,182,900 barrel, sehingga sisanya dari 1,182,900 kebutuhan – 732,500 produksi = 450,400 barrels mesti di impor.
Jumlah impor BBM tadi masing-masing perinciannya adalah:
• Premium: 67,300 barrel
• Minyak Tanah: 163,300 barrel
• Solar: 190,800 barrel
• Minyak Bakar: 29,000 barrels.
Berikut ini diagram alirannya agar lebih jelas menunjukan aliran minyak mentah ketika sudah di produksi sampai menjadi BBM, disadur dari Lemigas.
aliran-minyak-mentah.jpg
Dengan demikian bisa kita lihat bahwa kenaikan harga minyak mentah dipasaran dunia tidak begitu menambah kocek pemerintah karena kita masih memerlukan impor baik dalam bentuk minyak mentah maupun dalam bentuk BBM yang sudah jadi.
Memang, bisa saja pemerintah mendapatkan tambahan pendapatan dari pajak hasil penjualan yang dilakukan oleh KPS tadi, tapi tentu saja hasilnya akan jauh lebih besar jika kita semua yang punya hasil minyak tadi.
Data diatas memang adalah data tahun 2005 yang didapat dari edisi June/July 2005 The Indonesian Petro Energy No.2, yng dikutip oleh Lemigas.
Tapi, tahun 2006 dan 2007, produksi minyak mentah kita terus turun secara alamiah, sedangkan kebutuhan BBM malah naik terus, jadi bisa saja data tahun 2006 dan 2007 ini jauh lebih tinggi dari data tahun 2005, yang pada gilirannya, seiiring dengan meningkat tajamnya harga minyak mentah di pasaran dunia, makin mempersulit neraca kas Pemerintah Indonesia dan Pertamina.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
Pemerintah sudah menyadari bahwa ketergantungan akan minyak mentah adalah mesti dikurangi. Sehingga diproyeksikanlah pencarian dan penggunaan Bahan Bakar Alternatif.
Dari sisi kita, paling tidak, mengurangi dan menghemat pemakaian BBM semampu kita. Sekecil apapun tindakan kita, jika dilakukan bersama-sama, hasilnya pastilah akan sangat membantu Pemerintah kita dan tentu saja kita semua.

sumberhttp://images.google.co.id

Tidak ada komentar: